Senin, 29 Desember 2008

SARASEHAN ANTI KORUPSI-Behind The Entropy (Bagian Pertama)

Kegiatan besar yang harus saya gawangi bukan hanya di dua peristiwa akbar yang telah saya sebutkan pada kesempatan sebelumnya (Pemira dan Dies Natalis), melainkan juga tanggungjawab sebagai salah satu pengabdi setia di (nama resminya) Departemen Kastrat BEM KM UGM (rekan saya, saudara HaPe lebih suka memanggilnya “nGasTraT”).

Meski resminya kegiatan terakhir departemen atau keluarga kastrat yang telah berbaik hati menaungi saya selama dua tahun saya mengerat ilmu di Bulaksumur adalah membuat buku yang berisikan tulisan pemikiran staf-staf yang mengabdi didalamnya, toh akibat perselingkuhan dengan lembaga yang bernama PuKaT dan seorang bujang yang kuliah di fakultas Hukum angkatan 2003, maka nGasTrat ketibanan gawean lagi.




Karena tanggal 9 Desember diperingati sebagai hari Anti Korupsi se-Dunia, maka Pukat sebagai lembaga pemantau korupsi di Indonesia yang sangat ditakuti gonggongannya (selain ICW tentunya), menanggung kewajiban untuk mengadakan acara untuk memperingati deklarasi global yang baru berumur jagung rontok.

Jika dikomparasi dengan tahun lalu, jelas perbedaannya cukup kontras, lantaran tahun 2007 Pukat yang selingkuh dengan KM UGM hanya menyelenggarakan aksi simpatik di Taman Abubakar Ali, (terimakasih untuk saudara Danu “mengeja.wordpress.com” yang bersedia didandani seperti tikus dan mau dikejar-kejar oleh rekan-rekannya di Akspro di tengah jalan yang ramai macam di persimpangan jalan pusat kota, sambil diterangi oleh sinar mentari yang enggan mengedip) yang hanya diikuti oleh kelompok eksklusif yang tingkat normalitasnya ada di titik nadir.

Sedangkan di tahun 2008, Pukat mengadakan beberapa acara menarik, seperti lomba orasi di fakultas hukum (berhadiah 1 juta rupiah bagi pemenang pertama), lantas dipukul gongnya oleh acara “Sarasehan Anti Korupsi” yang berlangsung di Bunderan UGM, tanggal 10 Desember, yang tanggungjawab pelaksanaannya dipegang oleh Kastrat.

Kronologi keterkejutan yang seolah adalah bagian keseharian bagi organisasi mahasiswa dimana-mana, bermula pada tanggal 4 Desember, saat Menteri yang kami hormati mengirimkan pesan singkat ke beberapa stafnya (pengabdi) untuk mengadakan rapat terkait acara Sarasehan ini. Setelah dijelaskan mengenai beberapa konsep dan hal teknis, pembagian tugas segera dijalankan.

Menteri, Laras, dan saya kedapatan jatah untuk menghubungi para pembicara yang terhormat. Wiwitta Brigitta seperti biasa mengurusi duit-menduit, konsumsi dan segala keturunannya. Tinggal masalah publikasi, lantaran tidak ada diantara staf yang hadir di sore itu kompeten mengurusi masalah desain, dan tetek-bengeknya, kita semua sempat kebingungan.

Untunglah saudara Andy muncul, sehingga semua masalah sudah punya orangtua angkatnya masing-masing. Masalah tiba-tiba meruap ketika si Menteri berkata bahwa pria penghubung Pukat dengan KM meminta ekstra servis, yaitu adanya penampilan band di acara ini. Wah, kita semua kebingungan mencari referensi band yang bisa memainkan lagu-lagu yang bertemakan marginalitas ataupun perjuangan untuk pembebasan.
Kalo band langgannya KM ada, namanya SPI (serikat pengamen Indonesia) tapi saya dan beberapa rekan menolak dengan alasan klise, “Bosan!”, SPI melulu. Akhirnya, setelah melalui tapabrata 5 menit kurang sedikit, dipilihlah band Pagihari, dengan alasan mereka memiliki hit single yang judulnya “Gugur Bunga”, lagu nasional yang sendu-mendayu dan menjerat hati supaya meringis.

Pekerjaan segera dilaksanakan, saya langsung menyambar ponsel kesayangan yang stiker mereknya sudah miring-miring, serta punya bodi yang ekstra tambun tersebut. Pembicara yang harus dihubungi adalah Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, lulusan Fakultas Ekonomi Gadjah Mada tahun…, sekaligus cucu dari seorang Arab revolusioner yang dikenang sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia, Abdul Rahman Baswedan. Setahu saya (dari Tempo edisi 15-21 Desember 2008), A.R. Baswedan ini keturunan bangsa Hadrami dari jazirah Arab sono.

Status peranakan Arab, membuat kelompok keturunan Arab merasa lebih tinggi ketimbang para pribumi yang kulitnya sawo busuk dan tubuhnya pendek-pendek. Politik segregasi ras yang diterapkan Belanda di Indonesia secara aktif mengakibatkan orang-orang Arab ini merasa lebih tinggi kedudukannya ketimbang pribumi Indonesia. Salah satu ilustrasi menggelitik adalah masalah pemakaian songkok di kalangan Arab, dimana mereka enggan memakai songkok atau peci orang Indonesia (lonjong warna hitam). Mereka memilih memakai tarbus merah ala Turki.

Ketika barang-barang Italia dimusnahkan akibat kekejaman rezim fasis di Tripoli, Tarbus kesayangan orang Arab-Indonesia pun ikut dimusnahkan. Mereka pun kelimpungan mencari pengganti tarbus, lantaran peci orang Indonesia jelas mereka tolak mentah-mentah, apalagi kalau disuruh menggunakan blangkon. Mereka akhirnya memesan songkok dari Irak yang namanya sadarah, yang kalau dikenakan di kepala harus hati-hati supaya tidak melorot ke wajah.

Saat itulah, A.R. Baswedan melawan arus ketika difoto menggunakan beskap beserta blangkon, sekaligus mendorong upaya integrasi warga keturunan Arab dengan pribumi Indonesia, sebagaimana kita mengetahui tokoh-tokoh agamawan yang wajahnya tampak bukan asli pribumi seperti keluarga Shihab, dan Baswedan. Meski begitu, siapa yang bisa menyangkal bahwa hubungan erat mereka dengan bangsa Arab membuahkan keuntungan yang signifikan, seperti keberhasilan A.R. Baswedan untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Mesir (Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto).

Cukup mengenai Baswedan generasi awal, kembali ke Anies Baswedan, yang ternyata tidak dapat menghadiri acara yang kami selenggarakan. Sebenarnya perhitungan kami, karena Pak Anies akan pulang ke Jogja pada Idul Adha tanggal 8 Desember kemarin, maka beliau punya waktu senggang beberapa saat di Jogja. Ternyata beliau sudah ada agenda lain, ya sutralah. Saya langsung mengabarkan berita tersebut kepada Laras dan Menteri, yang kemudian tampak kebingungan.

Sejenak kemudian saya berdiskusi dengan Laras dan Mas Afifi, Ketua KPRM, mengenai pembicara pengganti. Mas Afifi lebih sreg dengan tokoh dari ICW, sementara saya berkehendak agar tokoh yang pernah digoda oleh korupsi sebagai pembicara. Laras, yang tampak resah lalu meminjam ponsel saya untuk meminta petunjuk dari guru besarnya, mas Uchenk tentang pembicara pengganti. Setelah ngobrol-ngobrol beberapa saat, mas Uchenk rupanya bertitah supaya Saldi Isra saja, sambil menegaskan dia tidak mau bertemu tokoh-tokoh dari dunia politik ketika membahas masalah korupsi.

Saya sempat bingung, karena sepengetahuan saya Saldi Isra adalah dosen di Universitas Andalas, Padang, sehingga bagaimana kami bisa mendatangkan dia ke Jogja. Laras menjawab bahwasanya Pak Saldi sedang kuliah S3 di Hukum UGM, sehingga pasti mudah kalau mau mendatangkan dia. Akhirnya saya sepakat, dan berbekal nomor yang didapatkan dari mas Afifi, Laras menghubungi penerima Hatta Anti Corruption Award tahun 2004 ini.

Laras lalu menjelaskan konsep acara serta arahan-arahan yang dikehendaki untuk membicarakan masalah korupsi pada Sarasehan ini. Dia lalu meminta agar TOR pembicara jangan lupa dikirimkan ke emailnya. Setelah masalah pembicara dibereskan, masalah band jadi problema berikutnya.

Sekedar tambahan juga, saya sebenanrnya sedang dibebankan untuk mengerjakan tugas kelompok salah satu mata kuliah, sehingga saya sedapat mungkin harus pandai membagi waktu antara kuliah dan organisasi (saya minta maaf kepada kelompok saya lantaran tidak dapat sepenuh waktu mendampingi dalam mengerjakan proyek kelas kita, tetapi saya menyampaikan rasa salut saya kepada orang-orang ini, Iris, Emo, Agas, Hafiz dan Mita, karena meski tidak ada yang menonton proyek kelas kita dan kita tidak memenangkan penghargaan apapun dalam acara awarding tersebut, anda semua telah berhasil memenangkan hati saya). Mengenai acara pada hari H yang serba menggemaskan akan segera saya tuliskan di bagian kedua.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

bagus, tunggu koment kelas atasku yang akan menanggapi postingan kelas dhuwurmu..

Anonim mengatakan...

sangat menarik, terima kasih

Bagikan