Jumat, 27 April 2012

Globalisasi dan Batas-batas Kebudayaan Baru: Memupus Homogenisasi, Mendorong Glokalisasi





Globalisasi dan Tatanan Global Baru
Pada abad ke-21, manusia konon telah tiba pada kondisi yang bernama globalitas. Globalitas hadir sebagai konsekuensi logis dari sebuah proses bernama globalisasi. Entah salah apa, dua istilah ini (globalitas dan globalisasi), sering dituding oleh massa secara populer sebagai penyebab kemunduran moral suatu bangsa. 

Globalisasi dianggap sebagai asal-muasal dari penyebaran massal pornografi lewat dunia internet. Tidak hanya itu, globalisasi juga dituding oleh bangsa “timur” memunculkan kebejatan terselubung, seperti melalui mode berpakaian “trendy” yang serba minim, terbuka, menonjolkan lekuk tubuh hingga membuat para pria jadi panas-dingin, kalang-kabut, deg-degan dan “cenat-cenut”.

Sm*sh, pelopor cenat-cenut. Sumber

Dosa-dosa globalisasi lantas dipopulerkan oleh media tanpa klarifikasi dan evaluasi kritis perihal kompleksitas dimensi-dimensi globalisasi. Padahal, sebagaimana dikaji secara intens oleh para akademisi, globalisasi, secara sederhana ialah proses sosial yang menempatkan manusia dalam alam globalitas, sebuah zaman setelah hiruk-pikuk modernitas. 



MEMBEDAH KORUPSI SEBAGAI FENOMENA POLITIS




Ilustrasi Korupsi: Sumber Gambar


Pengantar: Korupsi adalah permasalahan besar yang direduksi jadi taburan kata-kata hambar di media. Saking seringnya kita menjumpai kata korupsi, kadang kita kehilangan nalar bahwa korupsi adalah refleksi dari sistem politik yang bobrok. Lewat tulisan ini, saya akan berusaha sedikit menjabarkan korupsi sebagai fenomena politik kekuasaan. 




Salah satu masalah genting yang mengancam negara-negara di dunia adalah maraknya praktek korupsi[1]. Secara spesifik, korupsi yang dimaksud dalam tulisan ini ialah korupsi politik. Korupsi politik berbeda dengan korupsi mikro (petite corruption) yang biasanya terjadi dalam birokrasi. Korupsi politik juga berbeda dengan korupsi korporat, yakni tindakan menyogok (bribe) yang dilakukan kalangan bisnis untuk memudahkan usahanya[2].

Korupsi politik berkait erat dengan terjadinya pertukaran sumber daya (trade-off) antara sumber-sumber material dengan kekuasaan yang dimiliki oleh para aktor politik. Korupsi politik mencakup dua hal secara umum, yakni proses wealth accumulation yang terwujud dalam praktek bribe dan extraction, serta praktek abuse of power[3]


Bagikan